Friday, February 28, 2014

ANTOLOGI PUISI untuk 8 TAHUN LUMPUR LAPINDO


ANTOLOGI PUISI untuk 8 TAHUN LUMPUR LAPINDO
(kirim puisi anda ke ayomelawan@yahoo.co.id plg lambat akhir Maret 2014)

--KLM (Korban Lapindo Menggugat), UPC (Urban Poor Consortium), Dewan Kesenian Sidoarjo, dan didukung sastrawan-sastrawan yg peduli dg kasus Lumpur Lapindo, akan membuat antologi puisi terkait 8 tahun Lumpur Lapindo, bagi siapapun yg akan bersolidaritas kami tunggu karya anda (keterangan baca di bawah ini)--

Saatnya Menenggelamkan Sang Raksasa 29 Mei 2014, semburan lumpur panas akibat pengeboran PT. Lapindo Brantas,Inc akan genap berusia 8 tahun. Bukanlah waktu yang pendek bagi korban karena harus berjibaku mempertahankan hidup dalam ketidakpastian terutama bagi mereka yang dulunya bermukim di Siring, Jatirejo, Renokenongo, Kedungbendo dan sebagian Glagaharum yang kini sudah jadi lautan lumpur seluas 700 hektare. Waktu 8 tahun juga terasa begitu menyesakkan dada korban yang harus berhadapan dengan aksi tipu-tipu yang dilakukan oleh PT. Lapindo Brantas.Inc selaku perusahaan yang bertanggungjawab atas bencana industri ini. Sesuai ketentuan Perpres 14 tahun 2007 Lapindo bertanggungjawab memberikan ganti rugi melalui skema pembelian tanah dan bangunan milik korban sebanyak 13.237 berkas atau senilai Rp. 3.804.433.317.420,-.

Persoalan lain yang terus memburuk adalah pencemaran lingkungan yang tidak hanya terjadi di area semburan namun secara massif meluas ke wilayah-wilayah sekitar hingga ratusan kilometer. Selama 8 tahun ini air sumur warga tidak bisa digunakan, sungai Porong dan Ketapang tercemari lumpur, bau udara yang menyesakkan dada dan hancurnya pertanian dan perikanan warga akibat pencemaran air dan tanah. Menurunnnya kualitas lingkungan ini berdampak juga pada menurunnya kualitas kesehatan dan perekonomian warga. Alih-alih Aburizal Bakrie selaku pemilik PT. Lapindo Brantas bertanggungjawab terhadap segala kerusakan, malah tanpa beban moral maju mencalonkan diri menjadi calon presiden melalui partai Golkar. Negara melalui pemerintahan SBY melindungi Lapindo melalui putusan Mahkamah Agung bahwa Lapindo tidak bersalah dan segala tanggungjawab operasional tanggul dan pembayaran jual beli lahan di luar tanggul ditanggung APBN. Sampai tahun 2014 ini dana rakyat yang dikeluarkan melalui APBN untuk menanggung tanggungjawab Lapindo sudah sebesar 7 trilliun lebih. Tak ayal, desa-desa sekitar tanggul mengalami komersialisasi lahan besar-besaran dan merenggut ikatan sosial serta sejarah leluhur. Semburan lumpur Lapindo mengingatkan kita dengan dongeng Timun mas yang mampu menenggelamkan raksasa jahat dalam kubangan lumpur dengan melemparkan terasi. Dongeng ini bisa diartikan sebagai kejadian masa lalu yang didongengkan atau suatu ramalan yang akan terjadi di masa mendatang. 8 tahun lumpur Lapindo bertepatan dengan tahun politik. Sudah saatnya ketidakadilan ini dihentikan, sudah saatnya “sang raksasa ditenggelamkan”.

Antologi Puisi Kami panitia peringatan 8 tahun semburan lumpur Lapindo (Korban Lapindo Menggugat (KLM) dan Urban Poor Consortium(UPC)) berencana menyusun antologi puisi tentang lumpur lapindo. Antologi puisi ini adalah kolaborasi antara korban Lapindo, sastrawan dan terbuka bagi masyarakat umum. Oleh karena itu masyarakat umum bisa mengirimkan karya puisinya maksimal 1 karya kepada panitia. Puisi yang terpilih akan dimuat dan diterbitkan dalam buku antologi puisi ini sedangkan karya lain yang tidak dimuat dalam buku akan dimuat di blog panitia. Bagi penulis puisi yang dimuat dalam buku akan diundang untuk membacakan karyanya dalam peluncuran antologi puisi ini tanggal 28 Mei 2014 pukul 19.00 di tanggul lumpur Lapindo (bagi yang bisa datang). Karya puisi yang dikirimkan adalah wujud kepedulian dan kontribusi masyarakat umum terhadap masalah lumpur Lapindo ini. Panitia akan memberikan penghargaan bagi penulis dalam bentuk buku antologi puisi yang diterbitkan. Deadline pengiriman karya puisi maksimal tanggal 30 Maret 2014. Karya silahkan dikirim ke alamat email: ayomelawan@yahoo.co.id
Kontak Person 081904024573
— at bawah semburan Lumpur Lapindo.


No comments:

Post a Comment