Wednesday, October 22, 2014

Puisi-puisi Muhaimin Nurrizqy



Yang Menunggu di Pelabuhan

Lumba-lumba mengiringi
kapalmu
Samarlah waktu ketika itu
Awan mewarnai dirinya dengan hitam
Cahaya-cahaya menghantam

Ada laut di mata perempuan itu
Seperti ratap pengantar mayat
Kelam membalut cakrawala
Pulang hanya sia-sia baginya.

Kelok matamu tak di laut
Gundah menghimpit pundakmu
Kompas ingin terus berseteru
Sebab kala itu, ada yang menghujam dari langit:
“itu yang menunggu di pelabuhan,
Kelak akan membuat karam kapalmu”

Padang, 2014


Kilau dari Pulau

Barangkali sudah didendangkan
Nyanyian para perompak
Mengasah pedang menuju
pulau Ambun
Mengendus kilau yang tertimbun

Pada suatu ketika yang silau
Jangkar itu tertambat
Seisi kapal tumpah ruah
mengincar darat
Nahkoda itu menemukan
kilau

Itu bukan kilau berbentuk batang
Juga bukan kilau dari permata
Hanya tubuh yang sudah renta
Hujan di mata nahkoda datang
Yang sangar lagi kejam

Padang, 2014


Rumput Laut

Pasir akan menyimpan segala
Bentuk kejadian dari bisunya laut
Sudah kutitip rindu yang mengendap
Di dasar-dasar teramat

Berulang ombak mencium pasir
Lambaian darat tetap saja angan
Apakah pelepas hanya melepas
Hilang bersama waktu yang semakin melilit?

“Lama benar pesanmu bertandang
wahai tubuh nan jauh di teluk
perpisahan”

Barangkali konon itu benar
Tentang rumput laut di tengah laut
Menahan pesan yang akut.

Padang


Tuan-tuan

Siapa yang berlabuh
Dengan seribu pasukan dan senjata
Merekalah tuan-tuan dari
Negeri Kincia
Mencari pengisi lambung Negara

Kain dan roti tidaklah cuma-cuma
Keringat dan otot jadi balasnya
Membangun segala perintah tuan
Agar nyawa masih dibadan

Siapa melawan, ratap akan berdendang
Tak ada jalan bagi kami tiap malam
Sebab mata mereka jalang di kelam

Tapi mengapa,
Dari awal mereka dating kau
selalu tenang
Hanya berucap “Tabik tuan!”
setiap berpapasan
Dengan mereka yang meremas kampung kita?

Painan-Padang


Koran Singgalang, 31 Agustus 2014

No comments:

Post a Comment