Yang Menunggu di Pelabuhan
Lumba-lumba
mengiringi
kapalmu
Samarlah
waktu ketika itu
Awan
mewarnai dirinya dengan hitam
Cahaya-cahaya
menghantam
Ada laut
di mata perempuan itu
Seperti
ratap pengantar mayat
Kelam membalut
cakrawala
Pulang
hanya sia-sia baginya.
Kelok matamu
tak di laut
Gundah
menghimpit pundakmu
Kompas
ingin terus berseteru
Sebab kala
itu, ada yang menghujam dari langit:
“itu
yang menunggu di pelabuhan,
Kelak akan
membuat karam kapalmu”
Padang,
2014
Kilau dari Pulau
Barangkali
sudah didendangkan
Nyanyian
para perompak
Mengasah
pedang menuju
pulau
Ambun
Mengendus
kilau yang tertimbun
Pada suatu
ketika yang silau
Jangkar
itu tertambat
Seisi kapal
tumpah ruah
mengincar
darat
Nahkoda
itu menemukan
kilau
Itu
bukan kilau berbentuk batang
Juga bukan
kilau dari permata
Hanya tubuh
yang sudah renta
Hujan di
mata nahkoda datang
Yang
sangar lagi kejam
Padang,
2014
Rumput Laut
Pasir akan
menyimpan segala
Bentuk
kejadian dari bisunya laut
Sudah kutitip
rindu yang mengendap
Di dasar-dasar
teramat
Berulang
ombak mencium pasir
Lambaian
darat tetap saja angan
Apakah
pelepas hanya melepas
Hilang
bersama waktu yang semakin melilit?
“Lama
benar pesanmu bertandang
wahai
tubuh nan jauh di teluk
perpisahan”
Barangkali
konon itu benar
Tentang
rumput laut di tengah laut
Menahan
pesan yang akut.
Padang
Tuan-tuan
Siapa yang
berlabuh
Dengan
seribu pasukan dan senjata
Merekalah
tuan-tuan dari
Negeri
Kincia
Mencari
pengisi lambung Negara
Kain dan
roti tidaklah cuma-cuma
Keringat
dan otot jadi balasnya
Membangun
segala perintah tuan
Agar nyawa
masih dibadan
Siapa melawan,
ratap akan berdendang
Tak ada
jalan bagi kami tiap malam
Sebab mata
mereka jalang di kelam
Tapi mengapa,
Dari awal
mereka dating kau
selalu
tenang
Hanya berucap
“Tabik tuan!”
setiap
berpapasan
Dengan
mereka yang meremas kampung kita?
Painan-Padang
Koran Singgalang, 31 Agustus 2014
No comments:
Post a Comment